Tokyo – Budaya tertib berlalu lintas di Jepang telah menjadi standar global. Pengemudi di Negeri Sakura dikenal disiplin tinggi; mereka antre tanpa menyerobot, selalu berhenti di belakang garis persimpangan, dan bahkan menggunakan lampu hazard sebagai tanda terima kasih di jalan tol—sebuah etika yang jarang ditemukan di banyak negara lain.
Baca Juga : Analisis Mendalam: Ini Biang Kerok di Balik ‘Pembantaian’ Harga Emas Antam, Ambles Rp 177 Ribu per Gram!
Kepatuhan luar biasa ini bukan hanya karena kesadaran moral semata, tetapi juga didukung oleh sistem regulasi Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sangat ketat dan sistem sanksi yang tegas.
Proses Dapatkan SIM yang Mahal dan Melelahkan
Salah satu kunci utama ketertiban di Jepang terletak pada proses mendapatkan SIM yang sangat sulit dan mahal. Menurut keterangan Ei Mochizuki, seorang warga negara Jepang yang kini berkarier di PT Suzuki Indomobil Sales, calon pengemudi di Jepang harus melewati serangkaian tahapan yang panjang sebelum dinyatakan layak mengemudi.
1. Wajib Sekolah Mengemudi: Calon pengemudi diwajibkan untuk mengikuti sekolah mengemudi (driving school) dengan durasi yang intensif, umumnya memakan waktu satu hingga dua bulan. Ini bukanlah kursus singkat, melainkan pelatihan komprehensif yang mencakup teori, praktik di lapangan tertutup, hingga praktik di jalan raya.
2. Ujian yang Tidak Mudah: Setelah menyelesaikan sekolah, calon pengemudi harus menghadapi berbagai ujian yang dikenal sangat sulit. “Ada ujian-ujian, dan tidak gampang ujiannya,” kata Mochizuki saat ditemui detikOto di Tokyo, Selasa (28/10/2025). Standar kelulusan yang tinggi memastikan hanya mereka yang benar-benar kompeten dan memahami aturan yang berhak memiliki SIM.
3. Biaya Fantastis: Proses yang ketat ini berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan. Rata-rata biaya total untuk mendapatkan SIM di Jepang berkisar di angka yang cukup fantastis, yaitu sekitar Rp 30 jutaan. Biaya ini mencakup biaya sekolah mengemudi, ujian, dan administrasi lainnya, menjadikan SIM sebagai investasi besar dan serius.
Sistem Poin: Ancaman Nyata Bagi Pelanggar Lalu Lintas
Selain proses awal yang sulit, Jepang memberlakukan sistem penalti yang sangat tegas melalui skema pengurangan poin di SIM. Ancaman ini menjadi alasan kuat mengapa pengemudi berpikir ribuan kali sebelum melakukan pelanggaran kecil.
Setiap pelanggaran lalu lintas akan dikenakan sejumlah poin penalti. Mochizuki mencontohkan beberapa pelanggaran dan besaran poinnya:
| Pelanggaran Lalu Lintas | Poin Penalti (Contoh) |
| Menerobos Lampu Merah | 2 Poin |
| Pelanggaran Batas Kecepatan | Hingga 12 Poin |
Konsekuensi Akumulasi Poin:
Hukuman akan diberlakukan berdasarkan akumulasi poin dalam kurun waktu satu tahun:
| Akumulasi Poin dalam 1 Tahun | Sanksi yang Dikenakan |
| 6 Poin | SIM Suspended 30 hari (Dilarang mengemudi selama 30 hari) |
| 9 Poin | SIM Suspended 60 hari (Dilarang mengemudi selama 60 hari) |
| 12 Poin | SIM Suspended 90 hari (Dilarang mengemudi selama 90 hari) |
| 15 Poin atau Lebih | SIM Dicabut Permanen |
Jika SIM dicabut, pengendara harus mengulang seluruh proses pembuatan SIM dari awal, termasuk kembali mengikuti sekolah mengemudi dan membayar biaya yang puluhan juta rupiah—sebuah sanksi yang sangat memberatkan dari segi waktu maupun finansial.
Sistem yang ketat, mahal, dan berisiko tinggi ini menciptakan efek jera yang masif. Tidak heran jika melarikan diri dari lampu merah atau menyerobot antrean menjadi tindakan yang sangat tabu, karena konsekuensinya bukan sekadar denda, melainkan larangan mengemudi dan biaya besar untuk kembali mendapatkan SIM.
