Jakarta – Rencana kenaikan tarif layanan bus TransJakarta (TransJ) masih dalam tahap pengkajian mendalam. Wacana ini mencuat sebagai respons atas kebijakan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat, yang berpotensi memengaruhi kemampuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam memberikan subsidi transportasi publik.
Baca Juga : Guru Yoga Seks Ilegal Ditangkap di Phuket, Turis Inggris Pasang Tarif Ratusan Ribu
Meskipun isu ini telah bergulir, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) memastikan bahwa belum ada keputusan pasti mengenai besaran tarif baru yang akan diterapkan.
Arahan Gubernur: Tarif Belum Final dan Masih Dikaji
Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Transportasi Jakarta, Apriastini Bakti Bugiansri, menyampaikan bahwa proses pengambilan keputusan berada di bawah arahan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
“Sesuai arahan beliau (Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung), untuk tarif belum ada kepastian, masih dalam kajian,” jelas Apriastini pada Selasa (11/11/2025).
Saat ini, TransJakarta aktif melakukan koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Pemprov Jakarta dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, untuk mempertimbangkan berbagai masukan sebelum mengambil kebijakan final.
Apriastini juga belum dapat memastikan apakah kenaikan tarif akan diikuti dengan penambahan atau peningkatan fasilitas bagi pengguna. Hal ini, menurutnya, juga masih menjadi bagian dari pembahasan internal. “Masih dalam pembahasan juga,” tambahnya.
Perlu diketahui, saat ini tarif dasar TransJakarta yang berlaku adalah Rp 3.500, di mana tarif ini telah disubsidi secara signifikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kebimbangan Gubernur di Tengah Pro-Kontra Publik
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengakui adanya kebimbangan dalam mengambil keputusan terkait rencana kenaikan tarif TransJakarta. Hal ini dipicu oleh reaksi publik yang menunjukkan adanya polarisasi atau pro-kontra yang kuat di kalangan pengguna dan masyarakat umum.
Saat memberikan sambutan di gedung TransJakarta pada Senin (10/11/2025), Gubernur secara terbuka menyatakan dilemanya.
“Tadi yang utama Rp 3.500-nya, cuma gubernurnya lagi bimbang,” ujar Pramono.
Gubernur menjelaskan bahwa rencana kenaikan tarif ini memunculkan perdebatan yang intens di ruang publik. Ia menegaskan bahwa ia selalu menerima dan mempertimbangkan masukan yang masuk secara adil dan terbuka, termasuk melalui media sosial pribadinya.
“Saya terus terang sejak wacanakan naik atau nggak, memang benar-benar di ruang publik terbelah, dan saya selalu terima masukan secara adil dan terbuka di medsos saya,” tambahnya.
Dampak Pemotongan DBH dan Tantangan Subsidi
Wacana kenaikan tarif ini pada dasarnya berakar dari tantangan fiskal yang dihadapi Pemprov DKI Jakarta setelah adanya pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. DBH merupakan salah satu sumber utama pendanaan bagi Pemprov.
Pemotongan DBH ini secara langsung menekan kemampuan anggaran Pemprov, termasuk alokasi untuk subsidi transportasi publik seperti TransJakarta. Kenaikan tarif dapat menjadi salah satu opsi untuk menutup selisih biaya operasional yang tidak lagi tertutupi sepenuhnya oleh subsidi yang diberikan Pemprov.
Keputusan akhir Gubernur DKI Jakarta akan menjadi penentu penting yang harus menyeimbangkan antara keberlanjutan operasional dan peningkatan kualitas layanan TransJakarta dengan daya beli serta kepuasan masyarakat sebagai pengguna utama transportasi publik.

