Kontroversi Etanol 3,5% pada BBM: Kenapa SPBU Swasta Menolak dan Apa Dampaknya pada Mesin?

Kontroversi Etanol 3,5% pada BBM: Kenapa SPBU Swasta Menolak dan Apa Dampaknya pada Mesin?

Jakarta – Rencana pembelian base fuel (bahan bakar dasar) dari Pertamina oleh dua operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta besar, BP dan Vivo, dikabarkan batal. Pembatalan ini memunculkan isu mengenai praktik pencampuran bahan bakar dan dampaknya pada konsumen, sebab alasan utama penolakan adalah adanya kandungan etanol 3,5% dalam base fuel impor milik Pertamina.

Baca Juga : Sikap Puan Maharani saat Indonesia Raya Berkumandang Jadi Perbincangan, Begini Aturan Hukumnya

Pihak SPBU swasta menegaskan bahwa kandungan etanol, meski dalam persentase kecil, tidak sesuai dengan formulasi spesifikasi bahan bakar yang mereka tetapkan untuk dijual kepada konsumen.

Polemik Kandungan Etanol: Regulasi vs. Spesifikasi Bisnis


Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengonfirmasi bahwa kandungan etanol sebesar 3,5% adalah pemicu penolakan tersebut. Menurut Achmad, secara regulasi di Indonesia, kandungan etanol diperkenankan hingga batas tertentu, bahkan hingga 20%. Namun, spesifikasi base fuel yang diinginkan pihak swasta tidak memasukkan unsur tersebut.

“Isu yang disampaikan rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten, kontennya itu ada kandungan etanol… ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena konten etanol tersebut,” jelas Achmad.

Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, mengamini bahwa kargo BBM yang sudah berlabuh di Tanjung Priok itu tidak dapat diterima karena adanya etanol. “Memang diformulasi kami sampai saat ini belum mengandung etanol,” kata Vanda, menjelaskan alasan penolakan.

Etanol dalam BBM: Standar Global dan Upaya Energi Bersih


Menanggapi kontroversi ini, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menegaskan bahwa praktik pencampuran etanol dalam produk BBM adalah hal yang lazim dan merupakan praktik terbaik (best practice) secara internasional.

Penggunaan BBM campuran etanol, seperti E10 (etanol 10%), telah diterapkan luas di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Brasil, dan negara tetangga seperti Thailand. Praktik ini merupakan bagian dari upaya global untuk mendorong energi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung pengurangan emisi karbon.

Etanol sendiri merupakan alkohol yang diproduksi melalui fermentasi dan penyulingan biomassa seperti tebu, molase, atau biji-bijian. Bahan bakar nabati ini sering dicampurkan ke bensin untuk meningkatkan kadar oktan sekaligus menekan emisi.

Dampak Etanol pada Mesin Kendaraan: Pro dan Kontra


Dampak penggunaan BBM beretanol, terutama pada kendaraan roda dua dan roda empat, menjadi perhatian utama. Para ahli otomotif umumnya setuju bahwa pencampuran etanol dalam kadar rendah, mulai dari E2 hingga E10, dapat digunakan pada mesin modern tanpa menimbulkan masalah teknis yang berarti.

Keunggulan Etanol sebagai Campuran BBM:
Peningkat Oktan: Etanol memiliki kadar oktan yang sangat tinggi, mencapai 108-109. Pencampuran dengan bensin dapat meningkatkan kadar oktan bahan bakar sebesar 3-5 unit, yang berarti pembakaran di mesin menjadi lebih baik dan efisien.

Pembakaran Sempurna: Etanol mengandung oksigen, yang secara alami membantu pembakaran di ruang mesin menjadi lebih sempurna. Hal ini berkontribusi pada penghematan konsumsi BBM sekaligus meminimalisir emisi gas karbon.

Potensi Risiko dan Dampak Negatif:
Namun, kandungan alkohol dalam etanol juga membawa potensi risiko, terutama jika digunakan pada kendaraan lama atau bila kadarnya terlalu tinggi (di atas E10):

Korosif: Etanol bersifat korosif terhadap komponen yang terbuat dari logam, karet, plastik, dan polimer. Kadar etanol yang tinggi dapat merusak sistem injeksi, tangki, dan jalur bahan bakar yang tidak dirancang khusus untuk bahan bakar flex-fuel.

Masalah Air dan Kontaminasi: Etanol bersifat higroskopis (larut dalam air), berbeda dengan bensin murni. Etanol dapat menyerap kontaminan yang tidak diserap oleh bensin. Dalam kondisi kelembapan tinggi, ini dapat menyebabkan akumulasi air dalam tangki, yang berpotensi menyumbat filter atau injektor, dan menurunkan kinerja mesin.

Kerusakan Komponen Lama: Pada kendaraan yang sudah berumur, kandungan etanol dapat menyebabkan sistem bahan bakar menyusut atau rusak, yang berisiko menimbulkan kebocoran. Beberapa laporan juga menyebutkan potensi mesin menjadi overheat.

Secara umum, mayoritas produsen mobil modern telah merancang komponen mereka agar kompatibel dengan campuran etanol hingga E10. Penolakan dari SPBU swasta lebih didasarkan pada kekhawatiran spesifikasi bisnis, jaminan kualitas, dan kemungkinan dampak pada kendaraan yang masih belum siap secara teknis.