Membedah Gaji dan Tunjangan Anggota DPR: Siapa yang Sebenarnya Menentukan?

Membedah Gaji dan Tunjangan Anggota DPR: Siapa yang Sebenarnya Menentukan?

Yogyakarta – Besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sering kali menjadi sorotan publik. Nominalnya yang fantastis, bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan, menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: siapa yang sebenarnya berwenang menentukan angka tersebut?

baca Juga : Presiden Prabowo Tunda Kunjungan ke China, Menlu Sugiono Hadiri KTT SCO


Dasar Hukum dan Pihak yang Terlibat
Penentuan gaji dan tunjangan anggota DPR tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah. Dasar utamanya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Namun, yang menetapkan PP tersebut adalah Presiden. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah guna menjalankan undang-undang.

Sementara itu, untuk tunjangan, acuannya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1980. Pasal 3 ayat (2) UU ini menyebutkan bahwa tunjangan ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Selain Presiden, Kementerian Keuangan dan Sekretariat Jenderal DPR juga berperan dalam mengurus detail teknis terkait tunjangan dan fasilitas anggota dewan.

Rincian Gaji dan Tunjangan
Gaji pokok anggota DPR ditetapkan berdasarkan jabatan. Berdasarkan PP Nomor 75 Tahun 2000, rinciannya sebagai berikut:

  • Ketua DPR: Rp 5.040.000
  • Wakil Ketua DPR: Rp 4.620.000
  • Anggota DPR: Rp 4.200.000

Namun, gaji pokok hanyalah sebagian kecil dari total penghasilan. Anggota DPR juga menerima berbagai tunjangan yang jumlahnya jauh lebih besar, antara lain:

  • Tunjangan Jabatan: Mulai dari Rp 9,7 juta hingga Rp 18,9 juta, tergantung posisi.
  • Tunjangan Kehormatan: Mulai dari Rp 5,58 juta hingga Rp 6,69 juta.
  • Tunjangan Komunikasi: Mulai dari Rp 15,55 juta hingga Rp 16,46 juta.

Tunjangan Lainnya: Termasuk tunjangan sidang, tunjangan listrik dan telepon, tunjangan beras, serta tunjangan istri/suami dan anak.

Selain itu, ada juga tunjangan lain yang bersifat non-rutin, seperti tunjangan untuk fungsi pengawasan dan anggaran, uang harian, biaya penginapan, hingga sewa kendaraan. Bahkan, ada tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, yang menurut Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, diberikan dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025 sebagai kompensasi karena anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi menempati rumah dinas di Kalibata.

Kontroversi dan Mekanisme Pengawasan
Meskipun besaran gaji dan tunjangan ini diatur oleh peraturan yang berlaku, nominalnya tetap menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut dapat diawasi secara efektif?

Mekanisme penentuan gaji dan tunjangan yang melibatkan Presiden, Kementerian Keuangan, dan Sekretariat Jenderal DPR menunjukkan adanya kerja sama antarlembaga, namun juga menyoroti perlunya pengawasan publik yang lebih ketat.