Jakarta – Dominasi Nvidia sebagai pemasok utama chip (GPU) yang menjadi tulang punggung revolusi Kecerdasan Buatan (AI) tampaknya akan menghadapi tantangan serius. Raksasa teknologi Microsoft secara agresif sedang memperkuat strategi chip internalnya, sebuah langkah yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga dan mengamankan masa depan komputasi AI-nya sendiri.
Baca Juga : Fenomena “Slot Gacor”: Antara Tren Digital dan Tantangan Hukum di Indonesia
Chief Technology Officer Microsoft, Kevin Scott, mengungkapkan bahwa perusahaannya kini sedang dalam proses mengembangkan generasi penerus dari prosesor internalnya.
Strategi Multi-Chip dan Krisis Kapasitas
Dalam diskusi di Italian Tech Week, Scott menjelaskan bahwa Microsoft tidak lagi ingin “menaruh kepercayaan pada satu jenis akselerator AI.” Perusahaan kini fokus mencari solusi terbaik berdasarkan harga dan performa untuk memenuhi lonjakan permintaan komputasi global.
Meskipun GPU Nvidia telah lama menjadi standard-bearer (tolak ukur) di pusat data Microsoft, Scott menegaskan bahwa Microsoft “akan mempertimbangkan apa pun yang bisa menjamin kapasitas komputasi cukup untuk memenuhi lonjakan permintaan AI.” Ini mengindikasikan bahwa fleksibilitas menjadi kunci utama di tengah persaingan AI yang kian memanas.
Strategi multi-chip Microsoft saat ini mencakup:
- Penggunaan chip dari vendor luar (Nvidia dan AMD).
- Cobalt CPU: Prosesor berbasis Arm yang dikembangkan sendiri untuk beban kerja umum pusat data.
- Maia AI Accelerator: Chip yang dirancang spesifik untuk beban kerja training dan inference AI yang masif.
Scott secara resmi mengonfirmasi bahwa generasi kedua dari chip Cobalt dan Maia sudah dalam tahap pengembangan, menandakan investasi jangka panjang Microsoft untuk mandiri di bidang hardware AI.
Membangun Ekosistem AI End-to-End
Langkah pengembangan chip internal ini lebih dari sekadar efisiensi biaya. Ini adalah bagian dari ambisi Microsoft untuk membangun sistem pusat data AI secara end-to-end—dari desain chip, infrastruktur jaringan, hingga teknologi pendinginan.
Dengan mengontrol desain chip sendiri, Microsoft dapat mengoptimalkan setiap komponen hardware secara sempurna dengan beban kerja perangkat lunak (seperti layanan yang mendukung OpenAI/ChatGPT), sehingga mencapai performa yang maksimal tanpa batasan vendor luar.
Ambisi ini sejalan dengan pengumuman Microsoft sebelumnya tentang rencana pembangunan pusat data AI terkuat di dunia, yang digadang-gadang akan melampaui superkomputer saat ini. Untuk menangani panas ekstrem yang dihasilkan oleh chip AI generasi baru, perusahaan bahkan sedang menguji teknologi canggih seperti pendingin mikrofluida (microfluidic cooling).
Ancaman ‘Krisis Kapasitas Besar-besaran’
Meskipun banyak pengamat industri memperingatkan adanya potensi “gelembung AI,” Kevin Scott memiliki pandangan yang berbeda. Ia menilai bahwa kapasitas komputasi global saat ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan di masa depan.
Scott memperkirakan akan terjadi “krisis kapasitas besar-besaran” dalam waktu dekat, didorong oleh permintaan yang melonjak dari aplikasi AI generatif, layanan Large Language Models (LLMs), dan berbagai inovasi baru yang terus bermunculan.
Inilah yang menjadi dorongan utama bagi Microsoft untuk tidak hanya membeli chip dari pasar, tetapi juga berinvestasi besar-besaran dalam desain dan manufaktur chip sendiri. Tujuannya: memastikan mereka memiliki pasokan dan kontrol hardware untuk menghadapi lonjakan permintaan yang diperkirakan akan terus mendefinisikan dekade komputasi berikutnya.